JAKARTA, Investor Daily
Sebanyak 32 saham blue chips dan lapis kedua mencetak return di atas 50%. Untuk saham blue chips, tingginya return umumnya didukung fundamental yang kuat, sedangkan saham lapis kedua dipicu oleh aksi korporasi. Saham sektor pertambangan, perbankan, otomotif, dan perkebunan memberikan imbal hasil (return) tinggi dari segi capital gain. Sementara itu, saham-saham emiten BUMN unggul dalam dividend yield.
Demikian hasil pemeringkatan Investor Daily terhadap 100 emiten terbaik pilihan majalah Investor. Peringkat disusun berdasarkan total imbal hasil, yang meliputi capital gain dan dividen, dalam rentang waktu 11 bulan (2 Januari-29 November 2006). Dari 100 saham itu, 72 mencatat return positif dan 28 saham menderita rugi. Davomas memberikan imbal hasil tertinggi, sebesar 550%.
Para analis yang dihubungi Investor Daily berpendapat, saham-saham pencetak return tinggi dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah saham-saham blue chips dan berkapitalisasi besar, umumnya didukung oleh fundamental yang kuat.
Kelompok kedua adalah saham-saham lapis kedua yang likuiditasnya relatif kecil. Kelompok saham ini mampu mencetak return tinggi karena dipicu oleh aksi korporasi.
Saham Perbankan
Menurut analis dari Sinarmas Sekuritas Alfiansyah, saham sektor pertambangan, perbankan, otomotif, dan perkebunan memberikan imbal hasil yang tinggi dari segi capital gain untuk tahun ini.
Saham sektor pertambangan dan perkebunan melejit karena tingginya harga komoditas di pasar global. Sedangkan harga saham perbankan terus menanjak karena tren penurunan suku bunga.
Dari 100 saham yang diperingkat, enam saham perbankan mencetak return di atas 50%, yakni Bank Niaga (140,11%), BRI (78,15%), Bank Mandiri (60,63%), BNI (54,69%), BII (53,86%), dan BCA (53,22%).
Sedangkan Associate Director Prospera AM Josep Chandra menyatakan, dari segi dividend yield, peringkat tertinggi diraih saham-saham badan usaha milik negara (BUMN). “Rata-rata dividen saham BUMN tinggi untuk menutupi kebutuhan defisit anggaran negara,” kata dia.
Analis Citi Pasific Securitis Hendry Effendi menambahkan, tingginya imbal hasil tidak otomatis mencerminkan kinerja emiten.
Dari empat emiten dengan return tertinggi yakni PT Davomas Abadi Tbk (550%), PT Sumalindo Lestari Tbk (171%), PT Bank Niaga Tbk (140%), dan PT Suryainti Permata Tbk (134%), menurut Hendry, hanya Bank Niaga yang mempunyai fundamental dan likuiditas perdagangan cukup baik.
“Bukan berarti tiga perusahaan lain berkinerja buruk. Bank Niaga mempunyai likuiditas perdagangan yang cukup tinggi, sementara likuiditas tiga saham lain lebih dipengaruhi oleh aksi korporasi,” kata dia.
Senada dengan Hendry, analis Danaksakti Securities Arief Budi Satria menegaskan, kenaikan return juga perlu didukung kinerja fundamental seperti kenaikan laba, likuiditas, serta penyebaran saham yang merata.
“Return yang tinggi bisa saja terjadi karena saham yang beredar terbatas, sehingga ketika ada aksi korporasi, kenaikan harganya bisa tinggi,” kata dia.
Analis Reliance Securities Pardomuan Sihombing menilai, saham Davomas tetap berpeluang memberi return yang tinggi tahun depan karena terbantu tren kenaikan harga coklat.
Dia menegaskan, saham lapis kedua yang mencetak imbal hasil tinggi bukan kategori saham gorengan. Buktinya, tingginya imbal hasil berlangsung dalam periode cukup lama.
Dalam pandangan analis PT Ekokapital Sekuritas Djoko Rahardjo, keberhasilan saham-saham pencetak return tertinggi sebetulnya terangkat oleh ekspektasi positif para pelaku pasar akan pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG).
“Terbukti ketika indeks naik ditopang saham blue chips, saham lapis dua dan tiga ikut terimbas positif,” kata dia. Menurut dia, return saham Davomas tinggi karena terpicu rencana penawaran tender yang akhirnya tidak disetujui. Gain saham Sumalindo tinggi akibat masuknya keluarga Sampoerna ke perseroan, sedangkan Bank Niaga karena terimbas tren penurunan suku bunga, di samping kinerjanya cukup fantastis.
Kemudian return Lippo Karawaci bagus (126,8%) karena merupakan perusahaan properti yang memiliki aset terbesar. “Sedangkan Astra Agro di-support harga CPO yang terus membaik dan adanya peningkatan produksi perseroan. Aneka Tambang terdorong harga tambang dan gencarnya ekspansi perusahaan,” ujar Djoko.
Pengamat pasar modal Robin Setiawan menambahkan, sentimen positif pada Davomas dipicu masuknya investor asing dalam kepemilikan saham perseroan. Suryainti Permata terdorong rencana pembelian kembali saham. Lippo Karawaci terpicu obligasinya yang mengalami kelebihan beli dan asing yang selalu memburu saham perseroan.
Khusus sektor perbankan, Josep Chandra menjelaskan, kenaikan harga saham bank ditopang oleh prospek positif tahun depan.
Ia yakin kinerja bank pada semester II-2006 lebih kuat dibanding semester I-20006, karena perbaikan net interest margin (NIM).
Selain itu, kata Josep, valuasi saham perbankan masih berpotensi naik. “Saham bank di Indonesia relatif tidak mahal dibandingkan sektor sejenis di regional,” ungkapnya.
Prospek 2007
Untuk tahun depan, Alfiansyah memperkirakan, saham perbankan akan mencetak gain tinggi, ditopang oleh suku bunga yang rendah serta iklim investasi yang kondusif.
Alfiansyah merekomendasikan investor untuk mengoleksi saham sektor perbankan, otomotif, infrastruktur, alat berat, dan konsumsi. Analis Henan Putihrai Prayoga Ahmadi Triyono mengemukakan, saham sektor telekomunikasi, perkebunan, dan perbankan akan sangat menguntungkan tahun depan.
“Perbankan bagus karena suku bunga turun, perkebunan karena harga komoditas akan terus bergerak naik, sementara telekomunikasi ditopang oleh mulai ramainya 3G,” ungkapnya.
Secara sektoral, UBS Securities dalam kajiannya memproyeksikan dividend yield sektor perbankan tahun depan sekitar 3,8%, lebih rendah dari sektor telekomunikasi yang mencapai 4,7%. Broker asing itu juga merekomendasikan saham sektor material dasar dan alat berat.
Saham pilihan UBS untuk tahun depan adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Aneka Tambang Tbk, PT United Tractors Tbk, PT Berlian Laju Tanker Tbk, PT Kalbe Farma Tbk , dan PT Bakrie & Brothers Tbk.
Selain saham perbankan, Djoko Rahardjo menegaskan, saham yang diuntungkan penurunan suku bunga adalah saham-saham sektor properti. “Untuk tahun 2007, saham sektor perbankan diyakini menduduki urutan teratas dalam total return, yang diikuti saham-saham properti,” tuturnya.
Dia juga memprediksi saham sektor pertambangan masuk dalam urutan perusahaan yang memberikan total return tertinggi tahun depan. Sebab, kata Djoko, pemerintah akan mengeluarkan kebijakan yang positif bagi kinerja perusahaan pertambangan seperti larangan bagi para penambang liar.
Sedangkan Robin Setiawan melihat, saham sektor infrastruktur bakal memberikan dividen yield dan capital gain tertinggi tahun depan. Alasannya, maraknya proyek infrastruktur akan memberikan sentimen positif bagi perseroan terkait. “Tentunya hal itu juga berimbas positif bagi saham sektor semen dan baja,” kata dia.
Pardomuan menambahkan, return saham PT Aneka Tambang Tbk dan Bank Niaga diprediksi tetap tinggi pada tahun depan. Hal itu ditopang oleh tren penurunan suku bunga dan kenaikan harga komoditas. “Saham perbankan, perkebunan, dan pertambangan akan sangat menjanjikan,” ungkapnya. (tp/asp/mdn/amu) |